Jumat, 31 Maret 2017

RESUME 3 MATA KULIAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN: motivasi dan proses kognitif


RESUME 3 MATA KULIAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

MOTIVASI DAN PROSES KOGNITIF

Apa Motivasi itu?

Motivasi adalah proses yang memberi semnagat, arah, dan keigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama. Motivasi merupakan aspek yang sangat penting di dalam pengajaran dan komponen utama dari prinsip psikologi learned center (Murid lah yang paling berperan aktif di dalam proses belajar mengajar, dan guru sebagai pemberi motivasi untuk murid agar lebih aktif).

            Ada sebuah cerita tentang seseorang yang mendapakan motivasi dari dalam dirinya, yaitu Terry Fox. Ketika Terry Fox masuk rumah sakit karena kanker, dia berkata kepada dirinya sendiri bahwa jika dia bisa bertahan hidup maka dia akan melakukan sesuatu untuk membantu mendanai riset kanker. Tindakan Terry Fox ini dilakukannya dengan semangat, punya arah (tujuam) dan gigih (bertahan lama).



            Kisah Tery Fox digambarkan dalam film The Power of Purpose. Seorang guru grade enam memperlihatkan film itu kepada anak-anak didiknya dan meminta muridnya untuk menulis apa yang mereka pelajari dari film tersebut. Seorang murid menulis, “Saya mempelajari bahwa jika sesuatu yang buruk terjadi pada Anda, Anda harus terus maju, terus mencoba. Bahkan jika tubuh Anda sakit, semangat Anda tidak boleh lenyap.”

            Dari kisah tersebut, motivasi murid di kelas berkaitan dengan alasan di balik perilaku murid dan sejauh mana perilaku mereka diberi semangat, punya arah dan dipertahankan dalam jangka lama. Misal, jika seorang murid berusaha keras untuk memecahkan soal matematika sampai tuntas, maka dia mempunyai motivasi yang besar.



Perspektif tentang Motivasi

§  Perspektif Behavioral. Perspektif behavioral menekankan imbalan dan hukuman eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi murid. Insentif adalah peristiwa atau stimuli positif atau negatif yang dapat memotivasi perilaku murid. Insentif dapat menambah minat atau kesenangan pada pelajaran, dan mengarahkan perhatian pada perilaku yang tepat dan menjauhkan mereka dari perilaku yang tidak tepat. Insentif yang dipakai guru di kelas antara lain: memberikan berupa pujian, tanda bintang, sertifikat prestasi, memberi penghargaan atau pengakuan kepadamurid karena mengerjakan sesuatu dengan bagus, mendapat nilai bagus, dan hal sebagainya. Tipe insentif lain difokuskan pada pemberian izin kepada murid untuk melakukan sesuatu yang spesial, seperti aktivas yang mereka inginkan, sebagai ganjaran atas hasil mereka yang baik.

§  Perspektif Humanistis. Perspektif humanistis menekankan pada kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib mereka, dan kualitas positif (seperti peka terhadap orang lain). Perspektif ini berkaitan erat dengan pandangan Abraham Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dahulu sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi. Jadi menurut hierarki kebutuhan Maslow, kebutuhan individual harus dipuaskan dalam urutan sebagai berikut:

1.      Fisiologis: lapar, haus, tidur;

2.      Keamanan (safety): bertahan hidup, seperti perlindungan dari perang dan kejahatan;

3.      Cinta dan rasa memiliki: keamanan (security), kasih saying, dan perhatian dari orang lain;

4.      Harga diri: menghargai diri sendiri;

5.      Aktualisasi diri: realisasi potensi diri.

Aktualisasi diri, kebutuhan yang tertinggi dan sulit dalam hierarki Maslow, diberi perhatian khusus. Aktualisasi diri adalah motivasi untuk mengembangkan potensi diri secara penuh sebagai manusia. Menurut Maslow, aktualisasi diri dimungkinkan hanya setealah kebutuhan yang lebih rendah telah terpenuhi. Maslow memperingatkan bahwa kebanyakan orang berhenti menjadi dewasa setelah mereka mengembangkan level harga diri yang tinggi dan karenanya tak pernah sampai ke aktualisasi diri.

§  Perspektif Kognitif. Menurut perspektif kognitif, pemikiran murid akan memandu motivasi mereka. Belakangan ini muncul minat besar pada motivasi menurut perspektif kognitif. Minat ini berfokus pada ide-ide seperti motivasi internal murid untuk mencapai sesuatu, atribusi mereka (persepsi tentang sebab-sebab kesuksesan dan kegagalan, terutama persepsi bahwa usaha adalah faktor penting dalam prestasi), dan keyakinan mereka bahwa mereka dapat mengontrol lingkungan mereka secara efektif.

Jadi, perspektif behavioris memandang motivasi murid sebagai konsekuensi dari insentif eksternal, sedangkan perspektif kognitif berpendapat bahwa tekanan eksternal seharusnya tidak dilebih-lebihkan.

Perspektif kognitif tentang motivasi sesuai dengan gagasan R.W.White (1959), yang mengusulkan konsep motivasi kompetensi, yakni  ide bahwa orang termotivasi untuk menghadapi lingkungan mereka secara efektif, menguasai dunia mereka, dan memproses informasi secara efisien. White mengatakan bahwa orang melakukan hal-hal tersebut bukan karena kebutuhan biologis, tetapi karena orang punya motivasi internal untuk berinteraksi dengan lingkungan secara efektif.

§  Perspektif Sosial. Kebutuhan afiliasi atau keterhubungan adalah motif untuk berhubungan dengan orang lain secara aman. Kebutuhan afiliasi murid tercermin dalam motivasi mereka untuk menghabiskan waktu bersama teman, kawan dekat, keterikatan mereka dengan orang tua, dan keinginan untuk menjalin hubungan positif dengan guru. Murid sekolah yang punya hubungan yang penuh perhatian dan suportif biasanya memiliki sikap akademik yang positif dan lebih senang bersekolah. Dalam sebuah studi berskala luas, salah satu faktor terpenting dalam motivasi dan prestasi murid adalah persepsi mereka mengenai apakah hubungan mereka dengan guru bersifat positif atau tidak.



Motivasi Untuk Meraih Sesuatu

Motivasi Ekstrinsik dan Intrinsik

Motivasi Ekstrinsik adalah melakukan segala sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid mungkin belajar keras menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik. Persepektif behavioral menekankan arti penting dari motivasi ekstrinsik dalam prestasi ini, sedangkan pendekatan kognitif dan humanistis lebih menekankan pada arti penting dari motivasi intrinsic dalam prestasi.

Motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid mungkin belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu. Murid termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang menghadapi tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan mendapat imbalan yang mengandung nilai informasional tetapi bukan dipakai untuk control. Pujian juga bisa memperkuat motivasi intrinsic murid.



Determinasi Diri dan Pilihan Personal. Salah satu pandangan tentang motivasi intrinsic menekankan pada determinasi diri. Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal. Para periset menemukan bahwa motivasi internal dan minat intrinsic dalam tugas sekolah naik apabila murid punya pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka.
Posted on by tyaputriliebe.blogspot.com | No comments

RESUME 2 MATA KULIAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN: pendekatan behavioral dan kognitif sosial


Pendekatan Behavioral dan Kognitif Sosial

Apa Itu Pembelajaran?

Pembelajaran (learning) dapat didefinisikan sebagai pengaruh permanen atas perilaku, pengetahuan, dan keterampilan berpikir, yang di peroleh melalui pengalaman.

            Tidak semua yang kita tahu itu di peroleh dari hasil belajar, kita mewarisi beberapa kemampuan-kemampuan itu ada sejak lahir, tidak di pelajari. Misal: kita tidak harus di ajari untuk menelan makanan, berteriak, atau berkedip saat terkena debu , maupun menyipitkan mata saat terkena sinar atau cahaya. Tetapi salah satu contoh dalam menjalani proses belajar adalah, saat seseorang menggunakan komputer dengan cara baru, bekerja lebih keras memcahkan masalah, mengajukan pertanyaan secara lebih baik, menjelaskan jawaban dengan cara yang lebih logis, atau mendengar dengan lebih perhatian, dan lain sebagainya.
Pembelajaran melibatkan perilaku akademik dan non-akademik. Pembelajaran berlangsung di sekolah dan di mana saja di seputar dunia anak.


Pendekatan Untuk Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran ada dua, yaitu pendekatan behavioral dan pendekatan kognitif.

I.       Pendekatan Behavioral Untuk Pembelajaran
Sebelum merujuk kepada penjelasan mengenai pendekatan behavioral, terlebih dahulu saya akan menjelaskan apa itu behaviorisme. Behaviorisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa perilaku harus di jelaskan melalui pengalaman yang dapat di amati, bukan dengan proses mental. Proses mental didefenisikan oleh psikkolog sebagai pikiran, perasaan, dan motif yang kita alami namun tidak bisa dilihat orang lain.

Pendekatan behavioral menekankan arti penting dari bagaimana anak membuat hubungan antara pengalaman dan perilaku, Pendekatan behavioris terdiri dari pengkondisian klasik dan pengkondisian operan. Kedua pandangan ini menekan pembelajaran asosiatif (associative learning), yang terdiri dari pembelajaran bahwa dua kejadian saling terkait (associated) (Pearce,2001). Misal: pembelajaran assosiatif terjadi ketika murid mengasosiasikan atau mengaitkan kejadian yang menyenangkan dengan pembelajaran sesuatu di sekolah, seperti guru tersenyum atau memberikan hadiah saat murid mengajukan pertanyaan yang bagus.

Pengkondisian Klasik
           Pengkondisian klasik adalah tipe pembelajaran di mana suatu organisme belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimuli. Dalam pengkondisian klasik, stimulus netral (seperti melihat seseorang) di asosiasikan dengan stimulus yang bermakna (seperti makanan) dan menimbulkan kapasitas untuk mengeluarkan respons yang sama. Untuk memahami teori pengkondisian klasik Pavlop (1927) di dalam eksperimennya mengenai air liur, kita harus memahami dua tipe stimuli dan dua tipe respons yaitu : Unconditioned Stimulus (US), Unconditioned Response (UR), Conditioned Stimulus (CS), dan Conditioned Response (CR).
-Unconditioned Stimulus (US), adalah sebuah stimulus yang secara otomatis menghasilkan respons tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu.
-Unconditioned Response (UR), adalah respons yang tidak dipelajari yang secara otomatis dihasilkan tidak oleh US.
-Conditioned Stimulus(CS), adalah stimulus yang sebelumnya netral yang akhirnya menghasilkan Conditioned Response setelah diasosiasikan dengan US.
-Conditioned Response(CR), adalah respons yang di pelajari, yakni respons terhadap stimulus yang terkondisikan yang muncul setelah terjadi pasangan US-CS.
            Dalam sebuah eksperimen, Pavlop menyajikan stimulus netral (bel) sebelum unconditioned stimulus (makanan). Stimulus netral tersebut menjadi conditioned stimulus setelah dipasangkan dengan unconditioned stimulus. Kemudian, conditioned stimulus (bel) itu sendiri bias membuat anjing berliur.

Pengkondisian Operan
Pengkondisian operan (juga dinamakan pengkondisian instrumental) adalah sebentuk pembelajaran di mana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan di ulangi. Tokoh utama dalam pengkondisisian operan adalah B.F Skinner, yang pandangannya di dasarkan pada pandangan E.L. Thorndike.

Hukum Efek Thorndike.
            E.L Thorndike (1906) mempelajari kucing dalam kotak. Thorndike menempatkan kucing yang lapar dalam sebuah kotak dan meletakkan ikan di luar kotak. Untuk bias keluar dari kotak, kucing itu harus mengetahui cara membuka palang di dalam kotaktersebut. Pertama-tama kucing itu melakukan beberapa respons yang tidak efektif. Dia mencakar atau menggigit palang. Pada akhirnya, kucing itu secara tidak sengaja menginjak pijakan yang membuka palang pintu. Saat kucing dikembalikan ke kotak, dia melakukan aktivitas acak sampai dia menginjak pijakan itu sekali lagi. Pada percobaan berikutnya, kucing itu semakin sedikit melakukan gerakan acak, sampai dia akhirnya bisa langsung mengijak pijakan itu untuk membuka pintu. Hukum efek (law effect) Thorndike menyatakan bahwa perilaku yang diikuti dengan hasil positif akan diperkuat dan bahwa perilaku yang diikuti hasil negative akan diperlemah.
            Penguatan Operan Skinner, pengkondisian operan, di mana konsekuensi perilaku akan menyebabkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan terjadi, merupakan inti dari behaviorisme Skinner (1938).
Penguatan dan hukuman. Penguatan (imbalan) (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku. Misalnya, Dosen akan mengatakan “selamat” kepada mahasiswa nya karena mendapat IP yang bagus, komentar positif si mahasiwa akan menjadi penguat baginya untuk berusaha dan belajar lebih kelas untuk mempertahankan IP nya dan menaikkan nya lagi.
Penguatan boleh menjadi kompleks, penguatan berarti memperkuat.
-Dalam Penguatan Positif, frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding), seperti dalam contoh di atas. Demikian pula, memuji orang tua-guru mungkin akan mendorong mereka untuk kelak ikut rapat lagi.
-Dalam Penguatan Negatif, frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan) (Frieman,2002). Misalnya, Seorang anak tidak diperbolehkan membawa mobil lagi ke sekolah karena selalu pulang malam.
            Satu cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan negatif adalah , bahwa di dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau di peroleh. Sedangkan di dalam penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau dihilangkan.

II.       Pendekatan Kognitif
Teori kognitif: belajar di pandang sebagai upaya untuk memperoleh informasi atau pengetahuan baru melalui proses pengolahan informasi dan akhirnya informasi tersebut disimpan dalam memori jangka panjang, yang pada suatu ketika informasi tersebut dapat di panggil kembali jika diperlukan.

Pendekatan kognitif sosial untuk pembelajaran.
Teori Kognitif Sosial Bandura.
Teori kognitif sosial (social cognitive theory) menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, dan ada juga faktor perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif mungkin berupa ekspektasi murid untuk meraih keberhasilan; faktor sosial mungkin mencakup pengamatan murid terhadap perilaku orang tuanya.
Albert Bandura adalah salah satu tokoh utama teori kognitif sosial. Dia mengatakan bahwa ketika murid belajar, mereka dapat merepresentasikan atau mentransformasi pengalaman mereka secara kognitif. Bandura mengembangkan model determinisme resiprokal yang terdiri dari tiga faktor utama: perilaku, person/kognitif, dan lingkungan. Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor person (orang/kognitif) memengaruhi perilaku, dan sebagainya. Bandura menggunakan istilah person, tetapi kita memodifikasinya menjadi person (Cognitive) karena banyak faktor orang yang dideskripsikannya adalah faktor kognitif.
            Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang di tekankan Bandura (1997,2001) pada masa belakangan ini adalah self-efficacy, yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan menghasilkan hasil positif. Bandura mengatakan bahwa self-efficacy berpengaruh besar terhadap perilaku. Misalnya, seorang murid yang self-efficacy-nya rendah mungkin tidak mau berusaha belajar untuk mengerjakan ujian karena dia tidak percaya bahwa belajar akan bisa membantunya mengerjakan soal.
Posted on by tyaputriliebe.blogspot.com | No comments

RESUME 1 MATA KULIAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN: Psikologi Pendidikan dan Ruang Lingkupnya


RESUME 1 MATA KULIAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Psikologi Pendidikan dan Ruang Lingkupnya

Psikologi Pendidikan

            Psikologi pendidikan adalah cabang ilmu psikologi yang mengkhususkan diri pada cara memahami pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan.

·         Pengajaran : merupakan proses pendidikan yang sebelumnya direncanakan dan diarahkan untuk mencapai tujuan serta dirancang untuk mempermudah belajar.

·         Pembelajaran : merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Latar Belakang Historis:

            Ada 3 (tiga) tokoh perintis terkemuka yang mendirikan bidang psikologi pendidikan sebelum awal abad ke-20, antara lain:

1.      William James (1842-1910) : memberikan serangkaian kuliah yang bertajuk “Talks to Teachers” (James, 1899/1993). Di dalam kuliah ini, James mendiskusikan aplikasi psikologi untuk mendidik anak, mengatakan bahwa eksperimen psikologi di laboratorium sering kali tidak bisa menjelaskan kepada kita bagaimana cara mengajar anak efektif, dan James menegaskan pentingnya mempelajari proses belajar dan mengajar di kelas guna meningkatkan mutu pendidikan.

Salah satu rekomendasinya yaitu : mulai mengajar pada titik yang sedikit lebih tinggi di atas tingkat pengetahuan dan pemahaman anak dengan tujuan untuk memperluas cakrawala pemikiran anak.

2.      John Dewey (1859-1952) :adalah seorang motor penggerak aplikasi psikologi di bidang praktis. Dewey membangun laboratorium psikologi pendidikan pertama di AS, di Universitas Chicago, pada tahun 1894, dan pada saat di Colombia University, dia melanjutkan karya inovatifnya tersebut. Ide penting dari John dewey, antara lain:

-          Pandangan tentang anak sebagai pembelajar aktif (active learner);

-          pendidikan seharusnya difokuskan pada anak secara keseluruhan dan memperkuat kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya; dan

-          Semua anak berhak mendapat pendidikan yang selayaknya.

Dewey adalah salah seorang psikolog yang sangat berpengaruh-seorang pendidik yang mendukung pendidikan yang layak bagi semua anak, lelaki maupun perempuan, dari semua lapisan sosial-ekonomi dan etnis.

3.      Eduard Lee Thorndike (1874-1949) : memberi perhatian pada penilaian dan pengukuran dan perbaikan dasar-dasar belajar secara ilmiah. Thorndike berpendapat bahwa salah satu tugas pendidikan di sekolah yang paling penting adalah menanamkan keahlian penalaran anak. Thorndike sangat ahli dalam melakukan studi belajar dan mengajar secara ilmiah, dan dia mengajukan gagasan bahwa psikologi pendidikan harus punya basis ilmiah dan harus berfokus pada pengukuran.

Perkembangan Lebih Lanjut. Dalam ilmu psikologi Amerika, pandangan B.F. Skinner (1938), yang didasarkan pada ide-ide Thorndike, sangat memengaruhi psikologi pendidikan pada pertengahan abad ke-20. Skinner berpendapat bahwa proses mental yang dikemukakan oleh psikolog seperti James dan Dewey adalah proses yang tidak dapat diamati dan karenanya tak bisa menjadi subjek studi psikologi ilmiah yang menurutnya adalah ilmu tentang perilaku yang dapat diamati dan ilmu tentang kondisi-kondisi yang mengendalikan perilaku.

            Pada tahun 1950, Skinner mengembangkan konsep programmed learning (pembelajaran terprogram), yakni setelah murid melalui serangkaian langkah ia terus didorong (reinforced) untuk mencapai tujuan dari pembelajaran. Skinner menciptakan sebuah alat pengajaran yang berfungsi sebagai tutor dan mendorong murid untuk mendapatkan jawaban yang benar.



Cara Mengajar Yang Efektif

            Karena mengajar adalah hal yang kompleks dan karena murid-murid itu bervariasi, maka tidak ad acara tunggal untuk mengajar yang efektif untuk semua hal (Diaz, 1997). Guru harus menguasai beragam perspektif dan strategi, dan harus bisa mengaplikasikannya secara fleksibel. Hal ini membutuhkan dua hal utama, yaitu – pengetahuan dan keahlian professional, dan – komitmen dan motivasi.

Pengetahuan dan Keahlian Profesional : Guru yang efektif menguasai materi pelajaran dan keahlian atau keterampilan mengajar yang baik, memiliki strategi pengajaran yang baik dan didukung oleh metode penetapan tujuan, rancangan pengajaran, dan manajemen kelas. Guru mengetahui bagiamana cara untuk memotivasi, berkomunikasi, dan berhubungan secara efektif dengan murid-murid dari beragam latar belakang kultural. Guru juga memahami cara menggunakan teknologi yang tepat guna di dalam kelas.

Penguasaan Materi Pelajaran : Guru yang eektif harus berpengetahuan, fleksibel, dan memahami materi. Pengetahuan subjek materi bukan hanya mencakup fakta, istilah, dan konsep umum. Tetapi juga membutuhkan pengetahuan tentang dasar-dasar pengorganisasian materi, mengaitkan berbagia gagasan, cara berpikir dan berargumen, pola perubahan dalam satu mata pelajaran, kepercayaan tentang mata pelajaran, dan kemampua untuk mengaitkan satu gagasan dari suatu disiplin ilmu ke disiplin ilmu lainnya.

Strategi Pengajaran : Konstruktivisme ( inti dari filsafat pendidikan William James dan John Dewey) menekankan agar individu secara aktif menyusun dan membangun (to construct) pengetahuan dan pemahaman. Menurut pandangan konstruktivisme, guru bukan sekadar memberi informasi ke pikiran anak, akan tetapi guru harus mendorong anak untuk mengeksplorasi dunia mereka, menemukan pengetahuan, merenung, dan berpikir secara kritis. Seorang guru yang menganut filosofi konstruktivis ini tidak akan meminta anak-anak sekadar menghafal informasi, tetapi juga memberi mereka peluang untuk membangun pengetahuan dan pemahaman materi pelajaran.

Penetapan Tujuan dan Keahlian Perencanaan Instruksional : Guru yang efektif harus menentukan tujuan pengajaran dan menyusun rencana untuk mencapai tujuan, harus menyusun kriteria tertentu agar sukses. Dalam menyusun rencana, guru memikirkan tentang cara agar pelajaran bisa menatang sekaligus menarik.

Keahlian Manajemen Kelas : Guru yang efektif membangun dan mempertahankan lingkungan belajar yang kondusif. Agar lingkungannya optimal, guru perlu senantiasa meninjau ulang strategi penataan dan prosedur pengajaran, pengorganisasian kelompok, monitoring, dam mengaktifkan kelas, serta menangani tindakan murid yang mengganggu kelas.

Keahlian Motivasi : Guru yang efektif punya strategi yang baik untuk memotivasi murid agar mau belajar, dan mengetahui bahwa murid akan termotivasi saat mereka bisa memilih sesuatu yang sesuai dengan minatnya. Guru yang baik akan memberi kesempatan murid untuk berpikir kreatif dan mendalam untuk proyek mereka sendiri.



Keahlian Komunikasi : Guru yang efektif menggunakan keahlian komunikasi yang baik saat merela berbicara “dengan” murid, orang tua, administrator, dan yang lainnya, dan tidak perlu mengkritik, serta memiliki gaya komunikasi yang asersif, bukan agresif, manipulative, atau pasif.

Bekerja Secara Efektif dengan Murid dari Latar Belakang Kultural yang Berlainan : Di dunia yang saling berhubungan secara kultural ini, guru yang efektif harus mengetahui dan memahami anak dengan latar belakang kultural yang berbeda-beda, dan sensitif terhadap kebutuhan merela. Guru harus mendorong murid untuk menjalin hubungan positif dengan murid yang berbeda, dan guru harus memikirkan cara agar upaya itu berhasil.

Keahlian Teknologi : Guru yang efektif mengembangkan keahlian teknologi dan mengintegrasikan komputer ke dalam proses belajar di kelas. Integrasi itu harus disesuaikan dengan kebutuhan belajar murid, termasuk kebutuhan mempersiapkan murid untuk mencari pekerjaan di masa depan, yang akan sangat membutuhkan keahlian teknologi dan keahlian berbasis komputer. Guru juga harus memahami dengan baik berbagai perangkat penting lainnya untuk mendukung pembelajran murid yang cacat.




Komitmen dan Motivasi : Guru yang efektif juga membutuhkan komitmen dan motivasi. Aspek ini mencakup sikap yang baik dan perhatian kepada murid. Guru yang efektif juga mempunyai kepercayaan terhadap kemampuan mereka dan tidak akan membiarkan emosi negatif melunturkan motivasi merela.
Posted on by tyaputriliebe.blogspot.com | No comments

Minggu, 19 Maret 2017

Implikasi Pendidikan dalam Tahap Perkembangan dan Pemahaman


Kelompok 4, Psikologi Pendidikan.

Bagaimana Implikasi Pendidikan dalam Tahap Perkembangan

1.      Masa kanak-kanak (masa prasekolah) usia 2-6 tahun

Pada periode ini suasana pendidikan yang baik dan tepat adalah dalam suasana kekeluargaan dan dengan prinsip asih(mengasihi), asah(memahirkan), dan asuh(membimbing). Anak dapat bertumbuh dengan baik jika mendapatkan perlakuan kasih sayang, pengasuhan yang penuh pengertian dan dalam situasi damai dan harmoni. Kegiatan pembelajaran itu bagaikan kegiatan-kegiatan yang disengaja, namun sekaligus alamiah seperti bermain “ditaman” bermain sambil belajar yang memungkinkan anak belajar dalam dunia permainan yang dapat memperluas pengetahuan dan sosial antar sesama.

Pembelajaran pada anak usia dini dapat dilaksanakan dengan menggunakan beberapa metode yaitu:

1.      Bercerita: bercerita sebaiknya diberikan semenarik mungkin dan membuka kesempatan bagi anak untuk bertanya dan memberikan tanggapan setelah cerita selesai.
2.      Bernyanyi: bernyanyi adalah kegiatan dalam melagukan pesan-pesan yang mengandung unsur pendidikan. Bernyanyi dapat menumbuhkan rasa estetika.
3.      Berdarmawisata: kunjungan secara langsung ke obyek-obyek yang sesuai dengan bahan kegiatan yang dibahas di lingkungan kehidupan anak.untuk melihat, mendengar, merasakan, mengalami langsung berbagai keadaan atau peristiwa di lingkungannya. Bisa berdarmawisata ke pasar, sawah, pantai, kebun, dan lainnya.
4.      Bermain peran: merupakan kegiatan menirukan perbuatan orang lain disekitarnya. Hal ini dapat mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan penghayatan anak.
5.      Peragaan/Demontrasi: kegiatan dimana tenaga pendidik/tutor memberikan contoh terlebih dulu, kemudian ditirukan anak-anak. Hal ini dapat melatih keterampilan dan cara-cara yang memerlukan contoh yang benar.

6.      Pemberian tugas: merupakan metode yang memberikan kesempatan pada anak untuk melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk langsung yang telah dipersiapkan sehingga anak dapat mengalami secara nyata dan tuntas.

7.      Latihan: kegiatan melatih anak untuk menguasai khususnya kemampuan psikomotorik yang menuntuk kooardinasi antara otot-otot dengan mata dan otak. Latihan diberikan sesuai dengan langkah-langkah secara berurutan.



2.      Masa kanak-kanak Akhir ( usia 6-12 tahun)

Pada periode ini, tahap kognitif anak usia SD sudah berada pada tahap operasional-konkret.
Mereka mampu berpikir logis tentang suatu objek dan kejadian, mampu mengklarifikasi objek, dan menguasai konversi jumlah dan berat.
Beberapa cara pembelajaran yang diharapkan untuk para pendidik dalam pengajaran anak usia SD:

·      Cara pembelajaran yang lebih terbuka, lansung memberikan kesempatan anak berperan dalam mengoptimalkan perkembangan fisik, kognitif dan moral mereka.
·      Program pembelajaran yang fleksibel dan tidak kaku serta membedakan perbedaan individu, tidak monoton.
·      Menerapkan banyak alat peraga ataupun objek dalam pembelajaran.
·      Memuji anak ketika mereka berhasil mengerjakan sesuatu dengan baik dan menyemangati mereka bila belum melakukan sesuatu secara optimal.
·      Menyampaikan segala sesuatu yang baik dalam pembelajaran karena pada periode ini, anak usia SD akan patuh pada orang yang dihormati.
·      Mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai kegiatan sekolah.
·      Memberi kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan,mendorong rasa ingintahu mereka.
·      Penerimaan positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak,tidak membeda-bedakan anak yang satu dengan yang lain.

3.      Masa Remaja (adolescense) 11/12 tahun – 18/24 tahun

Pada tahap ini, peserta didik sudah mampu berpikir abstrak dan logis, dengan menggunakan simbol-simbol tertentu atau mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang tidak terikat lagi oleh objek-objek yang bersifat konkrit, seperti peningkatan kemampuan analisis, kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih kemungkinan yang ada, kemampuan menarik generalisasi dan inferensasi dari berbagai kategori objek yang beragam. Selain itu, ada peningkatan fungsi intelektual, kapabilitas memori dalam bahasa dan perkembangan konseptual.
Cara berfikir kausatif. Hal ini menyangkut tentang hubungan sebab akibat. Peserta didik sudah mulai berfikir kritis sehingga ia akan melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih menganggapnya sebagai anak kecil. Mereka tidak akan terima jika dilarang melakukan sesuatu oleh orang yang lebih tua tanpa diberikan penjelasan yang logis.

Masa remaja awal ini merupakan puncak emosionalitas bagi peserta didik, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama ogran seksual mempengaruhi perkembangan emosi dan dorongan baru yang dialami sebelumnya seperti perasaan cinta. Pada usia remaja awal, perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa, emosinya bersifat negatif dan tempramental.

Pada tahap ini masa SMP dan SMA juga termasuk dalam periode adolscense ini

Pada Periode ini, Implikasi Pendidikan yang baik dan Tepat bagi Peserta Didik (SMP) yaitu, antara lain:

1.      Bahwa belajar akan bermakna kalau input (materi pelajaran) sesuai dengan minat dan bakat peserta didik . Pembelajaran  akan berhasil kalau penyusun silabus dan guru mampu menyesuaikan tingkat kesulitan dan variasi input dengan harapan serta karakteristik peserta didik  sehingga motivasi belajar mereka berada pada tingkat maksimal.
2.      Guru mampu meramu pembelajaran yang sesuai dengan karakter peserta didik yang dipadukan dengan karakteristik masing-masing mata pelajaran, sehingga akan dapat membantu peserta didik untuk melalukan eksplorasi dan elaborasi dalam rangka membangun konsep.
3.      Guru harus memberi materi pelajaran yang merangsang dan menantang, kadang para peserta didik merasa bosan dan tidak tertarik dengan materi yang sedang diajarkan. Untuk menghindari gejala yang seperti ini guru harus memilih dan mengorganisir materi sedemikikan rupa sehingga merangsang dan menantang siswa untuk mempelajarinya.
4.      Berikan penguatan kepada peserta didik, penguatan atau reinforcement mempunyai efek yang besar jika sering diberikan kepada peserta didik. Setiap keberhasilan siswa sekecil apapun, hendaknya ditanggapi dengan memberikan penghargaan.
5.      Guru mendorong peserta didik untuk berfikir, melalui pertanyaan-pertanyaan terbuka dan mendorong peserta didik untuk bertanya sesama teman.
6.      Perlunya disiapkan program pendidikan atau bimbingan yang memfasilitasi perkembangan kemampuan berpikir peserta didik (remaja).
7.      Orang tua harus mampu menangani masalah si anak (Peserta didik) dengan melakukan pendekatan yang baik, bukan dengan memarahi atau yang dapat membuat si anak tidak mau menceritakan masalah nya kepada orang tua sendiri, sehingga pada akhirnya si anak akan mengambil keputusan sendiri, dan salah mengambil keputusan.
Guru memberikan tugas-tugas kepada peserta didik yang terarah pada pelatihan kemampuan mengklasifikasi, menganalisis, memprediksi, dan menciptakan

Implikasi Pendidikan untuk anak usia SMA
Beberapa ciri yang kita harus tahu terlebih dahulu yang terjadi di usia ini ialah :
-          Aktifnya hormone seksual
-          Emosi yang tidak stabil,berubah-ubah dan cenderung meledak- ledak.
-          Mulai tertarik atau berteman dengan lawan jenis
Adapun dilihat dari perkembangan kognitifnya ialah operasional.
-          Mampu berfikir logil mengenai suatu yang abstrak
-          Menaruh perhatian tentang masa depan,konsep,hipotesis
-          Pola pikir cenderung egoisentris
-          Perkembangan identitas diri (biasanya ia mencara idolanya atau tokoh yang ia senangi)

Pada periode ini motivasi merupakan tenaga dorong untuk :
·         Mencari dan menemukan nformasi mengenai hal hal yang dipelajari
·         Menyerap informasi dan mengolahnya
·         Mengubah informasi yang di dapat menjadi suatu hasil
·         Menerapkan hasil ini dalam kehidupan
Agar motivasi ini dapat terpelihara pendidik perlu menciptakan suasana belajar yang positif dan menyajikan langkah langkah  yang mendorong peserta didik untuk ingin belajar dan ingin menerapkan hal hal yang dipelajari , seperti:
Menciptakan Suasana Belajar Yang Positif
·         Pengajar menciptakan suasana pemecahan masalah orang dewasa di dalam kelas
·         Pengajar bersifat empatik , dengan menunjukan bahwa pengajar memahami situasi , perasaan dan kebutuhan peserta didik
·         Pengajar berperilaku sebagai dirinya sendiri , tidak perlu berpura pura atau berlagak profesional. Membuka diri dan membagi pengalaman sebagai ilustrasi atau contoh ide ide dapat besar manfaatnya, dan dapat membantu empati
·         Pengajar memusatkan masalah pada kebutuhan dan masalah masalah peserta didik , bukan pada hal hal yang ditentukan sebelumnya.
·         Kegiatan kegiatan harus dirancang sedemikian rupa sehingga memperjelas tujuan belajar masing masing peserta dan membantu mereka untuk merenanakan penerapannya
·         Tidak selalu memakai metode punishment karena dimasa ini mereka sudah mengenal mana yang baik dan mana yang tidak baik. Lebih membuat briefing atau arahan motivasi kepada mereka agar bisa mencapai apa yang mereka inginkan di masa depan. Terutama pada orang yang disekitar mereka.
·         Biarkan mereka mengeluarkan bakat seni atau potensi-potensi dalam diri mereka. Masa SMA ini biasanya aktif dengan ekstrakulikuler. Peran yang harus diambil ialah mendukung mereka dan memberikan masukan yang positif serta arahan. Dan berikan pengertian apa yang terjadi jika mereka terlalu fokus dengan kegiatan tersebut pada konsentrasi belajar mereka.

kunjungi juga laman di bawah ini:
Rhesya (16-029) : rhesya029.blogspot.co.id
Sri Ulfa (16-040): http://sriulfaariga16.blogspot.com/
Angel Muliana (16-074): http://angelmuliana.blogspot.com
Muftyandini Arishwandini (16-065): Muftyandini.blogspot.co.id
Risti Devi Mawarny (16-044): ristidevi.blogspot.co.id
Nada Salsabila (16-043): https://mynewblog043.blogspot.co.id//


Posted on by tyaputriliebe.blogspot.com | No comments

Senin, 06 Maret 2017

Sabtu, 04 Maret 2017

TEORI-TEORI DALAM BELAJAR (kelompok 4 kelas psikologi pendidikan)


PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Lerning/pembelajaran ialah suatu perubahan perilaku yang relative permanen yang dibentuk melalui pengalaman. Namun, tidak semua perubahan perilaku merupakan hasil belajar. Perubahan perilaku karena obat, kelelahan dan luka bukan termasuk belajar.
Pengkondisian Klasik
Tipe pembelajaran di mana suatu organisme belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimuli netral menjadi diasosiasikan dengan stimuli bermakna dan menimbulkan kemampuan untuk mengeluarkan respon yang serupa. Seperti Ivan Pavlov yang menguji anjingnya dengan bunyi bel.
Pengkondisian Operan
Tipe belajar dimana konsekuensi dari perilaku mengarah pada perubahan probabilitas terjadinya perilaku. Ada 3 macam konsekuensi ; penguat positif,penguat negative dan punishment/ hukuman.
Penguat positive biasanya menggunakan reward
Penguat negative berupa shaping (membentuk prilaku)
Punishment/hukuman biasanya menyakitkan dan dapat menimbulkan rasa traumatic atau dendam.
Pendekatan Kognitif
Belajar ialah proses mental aktif yang memperoleh mengingat dan menggunakan pengetahuan.

Sebelumnya ini adalah tugas kelompok 4 yang akan memberikan contoh dari masing-masing pembelajaran berdasarkan pengalaman pribadi.
1.        Mitiyanti Arishwandini (16-065)
Classical conditioning : Saya memiliki adik yang ketika berusia 3 tahun tiba-tiba diserang oleh kumbang yang menyebabkan luka-luka pada tangannya. Sebelumnya ia tidak takut oleh kumbang namun setelah kejadian tersebut dia akan berteriak dan menangis setiap kali melihat kumbang.

Operant conditioning : ketika umur 6 tahun saya diajarkan sholat, setelah berusia 10 tahun orang tua saya mengharuskan saya untuk sholat 5 waktu jika saya tidak ingin maka saya akan dimarahi oleh orangtua dan saya tidak suka di marahi sampai saya melakukan sholat 5 waktu setiap kali disuruh. Sekarang saya akan melakukan sholat 5 waktu walau tanpa disuruh orang tua.

2.     Rhesya Nurvianty (16-029)
Classical Conditioning:
Seorang anak perempuan bernama Nia sedang duduk di dalam rumahnya. Saat sedang menonton televisi, Nia mendengar suara klakson sepeda motor dari luar rumah yang ternyata adalah suara klakson sepeda motor ayah. Nia kemudian membukakan pintu gerbang supaya ayah bisa masuk. Keesokan harinya, Nia mendengar suara klakson sepeda motor lagi dan ia lalu bergegas menuju pintu gerbang untuk membukanya.
 Operant Conditioning:
Jono adalah siswa kelas 5 Sekolah Dasar. Suatu hari ia terlambat datang ke sekolah. Bu guru pun memberikan hukuman kepada Jono yang mengharuskan Jono berdiri di depan kelas sampai bel waktu istirahat berbunyi. Sejak saat itu, Jono tidak pernah lagi datang terlambat ke sekolah.
3.     Angel Muliana Tumanggor (161301074)
TEORI CLASSICAL CONDITIONING
-         Ketika saya masih kecil, saya mendengar suara bel yang dihasilkan oleh penjual eskrim saya akan merasa haus dan berlari mengejar penjual eskrim tersebut.
-         Saat ibu saya memasak makanan kesukaan saya dan saya mencium aroma masakan tersebut maka saya tiba-tiba merasa lapar.
TEORI OPERANT CONDITIONING
-         Saya akan dimarahi oleh orangtua saya jika saya pulang malam tanpa memberi kabar kepada orangtua saya.
TEORI KOGNITIF
-         Ketika ibu saya mengajari saya memasak maka saya akan mengingat ajaran itu di lain waktu .

4.    Shyntia Eka Putri Pasaribu (16-073)
Teori kognitif: belajar di pandang sebagai upaya untuk memperoleh informasi atau pengetahuan baru melalui proses pengolahan informasi dan akhirnya informasi tersebut disimpan dalam memori jangka panjang, yang pada suatu ketika informasi tersebut dapat di panggil kembali jika diperlukan.
-        Pada saat saya mengikuti kegiatan workshop debat, dimana di dalam acara tersebut ada perkenalan dengan kaka-kaka senior saya di perkuliahan yang memiliki prestasi di dalam rangka perdebatan, saya memiliki keyakinan untuk bisa seperti mereka. Dan akhirnya di acara terakhir yaitu percobaan debat, saya tertantang ikut serta sebagai peserta untuk mengasah kemampuan saya sedikit demi sedikit.
-        Waktu SD saya belajar reaksi kimia fotosintesis, dimana sang guru menjelaskan reaksi kimia tersebut dengan metode pembelajaran menggunakan bahan bergambar. Misal CO2, gambarnya air, dll. Sehingga jika sampai sekarang ilmu itu akan disinggung, saya tetap dapat mengingatnya kembali dalam arti saya mengingat nya dalam memori jangka panjang saya.

Pengkondisian klasikal: adalah tipe pembelajaran di mana suatu organisme belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimuli. Dalam pengkondisian klasik, stimulus netral di asosiasikan dengan stimulus yag bermakna dan menimbulkan kapasitas untuk mengeluarkan respons yang sama.
-         Pada saat ayah saya terbangun pada pagi hari, saya selalu di suruh untuk membuat kopi. Dan pada hari berikutnya tanpa di suruh, saya langsung membuat kopi kepada ayah saya. Sehingga respon yang sama yang saya lakukan adalah membuat kopi (CS).

Pengkodisian operant: juga dinamakan pengkondisian instrumental adalah bentuk pembelajaran di mana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan di ulangi.
-         Ketika guru saya di SMA memuji hasil tugas geografi saya dengan bagus, saya menjadi lebih tertarik untuk berusaha meningkatkan pengerjaan tugas saya selanjutnya, agar saya mendapat pujian lagi.
-         Ayah dan kaka saya akan memberikan saya hadiah, jika ip saya di semester 2 tetap di atas 3,5. Sehingga itu memotivasi saya untuk belajar di dalam perkuliahan.

5.     Risti Devi Mawarni (16-044)
Contoh Classical Conditioning
          Devi dulu paling malas membersihkan rumah , namun abang Devi kemudian selalu mengajaknya untuk membereskan rumah setiap jam setengah 6 dan ajakan itu terus dilakukan terus menerus oleh abang nya sehingga menjadi sebuah kebiasaan bagi Devi ketika melihat jam sudah mennjukkan angka setengan 6 dia akan langsung bergegas untuk membereskan rumah.
Contoh Opperant
          Dimas sewaktu kecil paling malas untuk meletakkan kembali piring bekas makannya ke dalam wastafel setiap makan dia akan langsung pergi meninggalkannya di tempat dia makan , namun pada suatu hari sang ibu menyuruhnya untuk menaruh piring bekas makanannya dan memuji nya ketika ia melakukannya, Dimas pun merasa senang akan pujian itu setiap kali ia melakukannya , dan pada akhirnya Dimas pun terbiasa melakukan hal itu meskipun sang ibu tidak memuji nya lagi.
Contoh Kognitiv Conditioning
          Devi sangat ingin bisa menaiki sepeda seperti teman teman sebayanya, lalu dia meminta abang nya untuk mengajari nya bagaimana mengendarai sepeda. Abangnya pun memberitahu langkah langkah awal apa saja yang harus dilakukan Devi , ia pun mencobanya dan ia bisa lantas ia belajar sendiri bagaimana menguasai sepeda tersebut dengan benar dari penjelasan awal abang nya tadi.

6.     Sri Ulfa (16-040)
Contoh operant conditioning
Positive Reinforcement:
Contoh: didit ingin bergabung dalam tim futsal fakultasnya, ayahnya kemudian berjanji akan membelikan sepatu baru jika ia berhasil masuk dalam tim futsal dan menjadi pemain inti. Ketika penyeleksian, Didit berusaha maksimal untuk bisa bergabung dalam tim tersebut, hingga pada akhirnya ia berhasil dan mendapat hadiah sepatu baru dari ayahnya.
Negative Reinforcement:
Contoh: ketika pelajaran matematika, Aswar memilih untuk tidak masuk sekolah karena gurunya yang galak. Agar tidak mendapat hukuman dari gurunya, ibu Aswar melampirkan surat keterangan sakit ke sekolah sebagai alasan bahwa Aswar harus beristirahat di rumah.
Punishment: memberikan hukuman dan menghilangkan perilaku yang tidak disenangi.
Contoh: Eki selalu malas membawa baju lab dari rumah ketika akan praktikum dan lebih memilih untuk meminjam baju lap milik temannya yang rumahnya tidak jauh dari kampus. Beberapa waktu setelah itu, ketika ia meminjam lagi baju lab milik temannya, ternyata baju lab tersebut juga digunakan oleh temannya. Hal ini membuat Eki harus dikeluarkan dari laboratium karna tidak memakai baju lab, sehingga pada praktikum selanjutnya ia tidak meminjam punya temannya lagi melainkan selalu membawa miliknya.
Extinction: hilangnya respon dan beberapa saat waktu tidak lagi diperkuat, karena itu, tingkah laku tersebut berhenti untuk muncul.
Contoh: Maria adalah seorang anak manja, ia selalu bergantung kepada ibunya jika akan melakukan sesuatu. Hari pertama sekolah, ia minta diantar ibunya hingga seminggu penuh. Sampai akhirnya, ibu maria harus ke kanto, lalu ia berusaha untuk ke sekolah sendiri walaupun dengan perasaan yang berdebar-debar, keesokan harinya ia masih sendiri ke sekolah hingga akhirnya ia terbiasa untuk ke sekolah sendiri.
Classical Conditioning
Contoh: dari pengalaman pribadi
Ketika ayah saya pulang kerja dan saya mendengar suara deru mobil nya berhenti dibagasi depan rumah, spontan saya langsung membuka pintu rumah dan menyambut ayah saya.
Contoh kognitif: ketika kita mendengarkan musik yang kita suka, secara otomatis kita akan hapal dengan liriknya. Dan disaat kita mendengarkan musik tersebut secara tidak sengaja, maka kita akan langsung menyanyikan lagu tersebut.

7.      Nada Salsabila (16-043)
Classical conditioning
-         Hp itu seperti nyawa kedua buat saya. Kemanapun saya pasti selalu pegang Hp dan ya gapernah lepas kecuali pergi mandi atau sholat atau belajar. Terlalu banya berinteraksi dengan hp apalagi dunia social media. Nah karena terus-terusan nih suka main hp jadinya kalau denger ada suara notification atau nada dering jadi langsung ngeliat hp padahal gaada apa-apa.

Operant conditioning :
-         (penguat positif) waktu itu selesai sholat Nada selalu membaca Al-qur’an dan mendapati wajah Abi tersenyum sambil memuji. Nada senang melihat Abi muji sambil senyum jadinya setiap selesai sholat Nada selalu baca Al-Qur’an.
-         (penguat negative) Setiap ada hari kosong atau libur umi selalu ngajak Nada untuk ta’lim(pengajian) tapi nada males lalu umi bilang kalau nada tidak mau ikut umi bakal tahan uang jajan Nada karena umi ngajaknya kesurga bukan ketempat maksiat. Semenjak itu setiap umi ajak Nada untuk ta’lim nada selalu ikut.
-         (hukuman) Waktu Nada masih TK pernah dikasih pr yang soalnya hidtung-hitungan. Nada lemah dalam matematika dan selalu ga tau jawabannya. Waktu itu ngerjainnya bareng sama umi alhasil karna Nada selalu gatau jawabnnya nada dikurung didalam kamar mandi dan semenjak itu nada gamau belajar sama umi lagi…

Kognitif:
 akhir-akhir ini nada lagi suka belajar masak. Nah belajar masaknya melalui internet. Mencari bahan-bahannya juga lewat internet karna jarang dikasi penjelasan yang rinci jadinya nada coba-cobain sendiri dan akhirnya jadi tembah pengetahuan.  



Posted on by tyaputriliebe.blogspot.com | No comments