Pendekatan Behavioral dan Kognitif
Sosial
Apa Itu Pembelajaran?
Pembelajaran
(learning) dapat didefinisikan sebagai pengaruh permanen atas perilaku,
pengetahuan, dan keterampilan berpikir, yang di peroleh melalui pengalaman.
Tidak semua yang kita tahu itu di
peroleh dari hasil belajar, kita mewarisi beberapa kemampuan-kemampuan itu ada
sejak lahir, tidak di pelajari. Misal: kita tidak harus di ajari untuk menelan
makanan, berteriak, atau berkedip saat terkena debu , maupun menyipitkan mata
saat terkena sinar atau cahaya. Tetapi salah satu contoh dalam menjalani proses
belajar adalah, saat seseorang menggunakan komputer dengan cara baru, bekerja
lebih keras memcahkan masalah, mengajukan pertanyaan secara lebih baik,
menjelaskan jawaban dengan cara yang lebih logis, atau mendengar dengan lebih
perhatian, dan lain sebagainya.
Pembelajaran melibatkan perilaku akademik dan non-akademik. Pembelajaran berlangsung di sekolah dan di mana saja di seputar dunia anak.
Pembelajaran melibatkan perilaku akademik dan non-akademik. Pembelajaran berlangsung di sekolah dan di mana saja di seputar dunia anak.
Pendekatan Untuk Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran ada dua,
yaitu pendekatan behavioral dan pendekatan kognitif.
I.
Pendekatan
Behavioral Untuk Pembelajaran
Sebelum
merujuk kepada penjelasan mengenai pendekatan behavioral, terlebih dahulu saya
akan menjelaskan apa itu behaviorisme. Behaviorisme adalah pandangan yang
menyatakan bahwa perilaku harus di jelaskan melalui pengalaman yang dapat di
amati, bukan dengan proses mental. Proses mental didefenisikan oleh psikkolog
sebagai pikiran, perasaan, dan motif yang kita alami namun tidak bisa dilihat
orang lain.
Pendekatan
behavioral menekankan arti penting dari bagaimana anak membuat hubungan antara
pengalaman dan perilaku, Pendekatan behavioris terdiri dari pengkondisian klasik dan pengkondisian
operan. Kedua pandangan ini menekan pembelajaran
asosiatif (associative learning), yang terdiri dari pembelajaran bahwa dua
kejadian saling terkait (associated) (Pearce,2001). Misal: pembelajaran
assosiatif terjadi ketika murid mengasosiasikan atau mengaitkan kejadian yang
menyenangkan dengan pembelajaran sesuatu di sekolah, seperti guru tersenyum
atau memberikan hadiah saat murid mengajukan pertanyaan yang bagus.
Pengkondisian Klasik
Pengkondisian klasik adalah tipe
pembelajaran di mana suatu organisme belajar untuk mengaitkan atau
mengasosiasikan stimuli. Dalam pengkondisian klasik, stimulus netral (seperti
melihat seseorang) di asosiasikan dengan stimulus yang bermakna (seperti
makanan) dan menimbulkan kapasitas untuk mengeluarkan respons yang sama. Untuk
memahami teori pengkondisian klasik Pavlop (1927) di dalam eksperimennya
mengenai air liur, kita harus memahami dua tipe stimuli dan dua tipe respons
yaitu : Unconditioned Stimulus (US),
Unconditioned Response (UR), Conditioned Stimulus (CS), dan Conditioned
Response (CR).
-Unconditioned
Stimulus (US), adalah sebuah stimulus yang secara otomatis menghasilkan respons
tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu.
-Unconditioned
Response (UR), adalah respons yang tidak dipelajari yang secara otomatis
dihasilkan tidak oleh US.
-Conditioned
Stimulus(CS), adalah stimulus yang sebelumnya netral yang akhirnya menghasilkan
Conditioned Response setelah diasosiasikan dengan US.
-Conditioned
Response(CR), adalah respons yang di pelajari, yakni respons terhadap stimulus
yang terkondisikan yang muncul setelah terjadi pasangan US-CS.
Dalam sebuah eksperimen, Pavlop
menyajikan stimulus netral (bel) sebelum unconditioned stimulus (makanan).
Stimulus netral tersebut menjadi conditioned stimulus setelah dipasangkan
dengan unconditioned stimulus. Kemudian, conditioned stimulus (bel) itu sendiri
bias membuat anjing berliur.
Pengkondisian Operan
Pengkondisian
operan (juga dinamakan pengkondisian instrumental) adalah sebentuk pembelajaran
di mana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam
probabilitas perilaku itu akan di ulangi. Tokoh utama dalam pengkondisisian
operan adalah B.F Skinner, yang pandangannya di dasarkan pada pandangan E.L.
Thorndike.
Hukum Efek Thorndike.
E.L Thorndike (1906) mempelajari
kucing dalam kotak. Thorndike menempatkan kucing yang lapar dalam sebuah kotak
dan meletakkan ikan di luar kotak. Untuk bias keluar dari kotak, kucing itu
harus mengetahui cara membuka palang di dalam kotaktersebut. Pertama-tama
kucing itu melakukan beberapa respons yang tidak efektif. Dia mencakar atau
menggigit palang. Pada akhirnya, kucing itu secara tidak sengaja menginjak
pijakan yang membuka palang pintu. Saat kucing dikembalikan ke kotak, dia
melakukan aktivitas acak sampai dia menginjak pijakan itu sekali lagi. Pada percobaan
berikutnya, kucing itu semakin sedikit melakukan gerakan acak, sampai dia
akhirnya bisa langsung mengijak pijakan itu untuk membuka pintu. Hukum efek
(law effect) Thorndike menyatakan bahwa perilaku yang diikuti dengan hasil
positif akan diperkuat dan bahwa perilaku yang diikuti hasil negative akan
diperlemah.
Penguatan Operan Skinner,
pengkondisian operan, di mana konsekuensi perilaku akan menyebabkan perubahan
dalam probabilitas perilaku itu akan terjadi, merupakan inti dari behaviorisme
Skinner (1938).
Penguatan
dan hukuman. Penguatan (imbalan) (reinforcement) adalah konsekuensi yang
meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya,
hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya
suatu perilaku. Misalnya, Dosen akan mengatakan “selamat” kepada mahasiswa nya
karena mendapat IP yang bagus, komentar positif si mahasiwa akan menjadi
penguat baginya untuk berusaha dan belajar lebih kelas untuk mempertahankan IP
nya dan menaikkan nya lagi.
Penguatan boleh menjadi kompleks,
penguatan berarti memperkuat.
-Dalam
Penguatan Positif, frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus
yang mendukung (rewarding), seperti dalam contoh di atas. Demikian pula, memuji
orang tua-guru mungkin akan mendorong mereka untuk kelak ikut rapat lagi.
-Dalam
Penguatan Negatif, frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan
penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan) (Frieman,2002).
Misalnya, Seorang anak tidak diperbolehkan membawa mobil lagi ke sekolah karena
selalu pulang malam.
Satu cara untuk mengingat perbedaan
antara penguatan positif dan negatif adalah , bahwa di dalam penguatan positif
ada sesuatu yang ditambahkan atau di peroleh. Sedangkan di dalam penguatan
negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau dihilangkan.
II.
Pendekatan
Kognitif
Teori
kognitif: belajar di pandang sebagai upaya untuk memperoleh informasi atau
pengetahuan baru melalui proses pengolahan informasi dan akhirnya informasi
tersebut disimpan dalam memori jangka panjang, yang pada suatu ketika informasi
tersebut dapat di panggil kembali jika diperlukan.
Pendekatan kognitif sosial untuk
pembelajaran.
Teori
Kognitif Sosial Bandura.
Teori
kognitif sosial (social cognitive theory) menyatakan bahwa faktor sosial dan
kognitif, dan ada juga faktor perilaku, memainkan peran penting dalam
pembelajaran. Faktor kognitif mungkin berupa ekspektasi murid untuk meraih
keberhasilan; faktor sosial mungkin mencakup pengamatan murid terhadap perilaku
orang tuanya.
Albert
Bandura adalah salah satu tokoh utama teori kognitif sosial. Dia mengatakan
bahwa ketika murid belajar, mereka dapat merepresentasikan atau mentransformasi
pengalaman mereka secara kognitif. Bandura mengembangkan model determinisme
resiprokal yang terdiri dari tiga faktor utama: perilaku, person/kognitif, dan lingkungan. Faktor lingkungan mempengaruhi
perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor person (orang/kognitif) memengaruhi perilaku, dan sebagainya.
Bandura menggunakan istilah person, tetapi kita memodifikasinya menjadi person (Cognitive) karena banyak faktor
orang yang dideskripsikannya adalah faktor kognitif.
Dalam model pembelajaran Bandura,
faktor person (kognitif) memainkan
peran penting. Faktor person (kognitif) yang di tekankan Bandura (1997,2001)
pada masa belakangan ini adalah self-efficacy,
yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan menghasilkan hasil
positif. Bandura mengatakan bahwa self-efficacy berpengaruh besar terhadap
perilaku. Misalnya, seorang murid yang self-efficacy-nya
rendah mungkin tidak mau berusaha belajar untuk mengerjakan ujian karena dia
tidak percaya bahwa belajar akan bisa membantunya mengerjakan soal.
0 komentar:
Posting Komentar