Jumat, 31 Maret 2017

RESUME 2 MATA KULIAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN: pendekatan behavioral dan kognitif sosial


Pendekatan Behavioral dan Kognitif Sosial

Apa Itu Pembelajaran?

Pembelajaran (learning) dapat didefinisikan sebagai pengaruh permanen atas perilaku, pengetahuan, dan keterampilan berpikir, yang di peroleh melalui pengalaman.

            Tidak semua yang kita tahu itu di peroleh dari hasil belajar, kita mewarisi beberapa kemampuan-kemampuan itu ada sejak lahir, tidak di pelajari. Misal: kita tidak harus di ajari untuk menelan makanan, berteriak, atau berkedip saat terkena debu , maupun menyipitkan mata saat terkena sinar atau cahaya. Tetapi salah satu contoh dalam menjalani proses belajar adalah, saat seseorang menggunakan komputer dengan cara baru, bekerja lebih keras memcahkan masalah, mengajukan pertanyaan secara lebih baik, menjelaskan jawaban dengan cara yang lebih logis, atau mendengar dengan lebih perhatian, dan lain sebagainya.
Pembelajaran melibatkan perilaku akademik dan non-akademik. Pembelajaran berlangsung di sekolah dan di mana saja di seputar dunia anak.


Pendekatan Untuk Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran ada dua, yaitu pendekatan behavioral dan pendekatan kognitif.

I.       Pendekatan Behavioral Untuk Pembelajaran
Sebelum merujuk kepada penjelasan mengenai pendekatan behavioral, terlebih dahulu saya akan menjelaskan apa itu behaviorisme. Behaviorisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa perilaku harus di jelaskan melalui pengalaman yang dapat di amati, bukan dengan proses mental. Proses mental didefenisikan oleh psikkolog sebagai pikiran, perasaan, dan motif yang kita alami namun tidak bisa dilihat orang lain.

Pendekatan behavioral menekankan arti penting dari bagaimana anak membuat hubungan antara pengalaman dan perilaku, Pendekatan behavioris terdiri dari pengkondisian klasik dan pengkondisian operan. Kedua pandangan ini menekan pembelajaran asosiatif (associative learning), yang terdiri dari pembelajaran bahwa dua kejadian saling terkait (associated) (Pearce,2001). Misal: pembelajaran assosiatif terjadi ketika murid mengasosiasikan atau mengaitkan kejadian yang menyenangkan dengan pembelajaran sesuatu di sekolah, seperti guru tersenyum atau memberikan hadiah saat murid mengajukan pertanyaan yang bagus.

Pengkondisian Klasik
           Pengkondisian klasik adalah tipe pembelajaran di mana suatu organisme belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimuli. Dalam pengkondisian klasik, stimulus netral (seperti melihat seseorang) di asosiasikan dengan stimulus yang bermakna (seperti makanan) dan menimbulkan kapasitas untuk mengeluarkan respons yang sama. Untuk memahami teori pengkondisian klasik Pavlop (1927) di dalam eksperimennya mengenai air liur, kita harus memahami dua tipe stimuli dan dua tipe respons yaitu : Unconditioned Stimulus (US), Unconditioned Response (UR), Conditioned Stimulus (CS), dan Conditioned Response (CR).
-Unconditioned Stimulus (US), adalah sebuah stimulus yang secara otomatis menghasilkan respons tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu.
-Unconditioned Response (UR), adalah respons yang tidak dipelajari yang secara otomatis dihasilkan tidak oleh US.
-Conditioned Stimulus(CS), adalah stimulus yang sebelumnya netral yang akhirnya menghasilkan Conditioned Response setelah diasosiasikan dengan US.
-Conditioned Response(CR), adalah respons yang di pelajari, yakni respons terhadap stimulus yang terkondisikan yang muncul setelah terjadi pasangan US-CS.
            Dalam sebuah eksperimen, Pavlop menyajikan stimulus netral (bel) sebelum unconditioned stimulus (makanan). Stimulus netral tersebut menjadi conditioned stimulus setelah dipasangkan dengan unconditioned stimulus. Kemudian, conditioned stimulus (bel) itu sendiri bias membuat anjing berliur.

Pengkondisian Operan
Pengkondisian operan (juga dinamakan pengkondisian instrumental) adalah sebentuk pembelajaran di mana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan di ulangi. Tokoh utama dalam pengkondisisian operan adalah B.F Skinner, yang pandangannya di dasarkan pada pandangan E.L. Thorndike.

Hukum Efek Thorndike.
            E.L Thorndike (1906) mempelajari kucing dalam kotak. Thorndike menempatkan kucing yang lapar dalam sebuah kotak dan meletakkan ikan di luar kotak. Untuk bias keluar dari kotak, kucing itu harus mengetahui cara membuka palang di dalam kotaktersebut. Pertama-tama kucing itu melakukan beberapa respons yang tidak efektif. Dia mencakar atau menggigit palang. Pada akhirnya, kucing itu secara tidak sengaja menginjak pijakan yang membuka palang pintu. Saat kucing dikembalikan ke kotak, dia melakukan aktivitas acak sampai dia menginjak pijakan itu sekali lagi. Pada percobaan berikutnya, kucing itu semakin sedikit melakukan gerakan acak, sampai dia akhirnya bisa langsung mengijak pijakan itu untuk membuka pintu. Hukum efek (law effect) Thorndike menyatakan bahwa perilaku yang diikuti dengan hasil positif akan diperkuat dan bahwa perilaku yang diikuti hasil negative akan diperlemah.
            Penguatan Operan Skinner, pengkondisian operan, di mana konsekuensi perilaku akan menyebabkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan terjadi, merupakan inti dari behaviorisme Skinner (1938).
Penguatan dan hukuman. Penguatan (imbalan) (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku. Misalnya, Dosen akan mengatakan “selamat” kepada mahasiswa nya karena mendapat IP yang bagus, komentar positif si mahasiwa akan menjadi penguat baginya untuk berusaha dan belajar lebih kelas untuk mempertahankan IP nya dan menaikkan nya lagi.
Penguatan boleh menjadi kompleks, penguatan berarti memperkuat.
-Dalam Penguatan Positif, frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding), seperti dalam contoh di atas. Demikian pula, memuji orang tua-guru mungkin akan mendorong mereka untuk kelak ikut rapat lagi.
-Dalam Penguatan Negatif, frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan) (Frieman,2002). Misalnya, Seorang anak tidak diperbolehkan membawa mobil lagi ke sekolah karena selalu pulang malam.
            Satu cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan negatif adalah , bahwa di dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau di peroleh. Sedangkan di dalam penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau dihilangkan.

II.       Pendekatan Kognitif
Teori kognitif: belajar di pandang sebagai upaya untuk memperoleh informasi atau pengetahuan baru melalui proses pengolahan informasi dan akhirnya informasi tersebut disimpan dalam memori jangka panjang, yang pada suatu ketika informasi tersebut dapat di panggil kembali jika diperlukan.

Pendekatan kognitif sosial untuk pembelajaran.
Teori Kognitif Sosial Bandura.
Teori kognitif sosial (social cognitive theory) menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, dan ada juga faktor perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif mungkin berupa ekspektasi murid untuk meraih keberhasilan; faktor sosial mungkin mencakup pengamatan murid terhadap perilaku orang tuanya.
Albert Bandura adalah salah satu tokoh utama teori kognitif sosial. Dia mengatakan bahwa ketika murid belajar, mereka dapat merepresentasikan atau mentransformasi pengalaman mereka secara kognitif. Bandura mengembangkan model determinisme resiprokal yang terdiri dari tiga faktor utama: perilaku, person/kognitif, dan lingkungan. Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor person (orang/kognitif) memengaruhi perilaku, dan sebagainya. Bandura menggunakan istilah person, tetapi kita memodifikasinya menjadi person (Cognitive) karena banyak faktor orang yang dideskripsikannya adalah faktor kognitif.
            Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang di tekankan Bandura (1997,2001) pada masa belakangan ini adalah self-efficacy, yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan menghasilkan hasil positif. Bandura mengatakan bahwa self-efficacy berpengaruh besar terhadap perilaku. Misalnya, seorang murid yang self-efficacy-nya rendah mungkin tidak mau berusaha belajar untuk mengerjakan ujian karena dia tidak percaya bahwa belajar akan bisa membantunya mengerjakan soal.
Posted on by tyaputriliebe.blogspot.com | No comments

0 komentar:

Posting Komentar