PENDIDIKAN
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Anak-anak
yang berkebutuhan khusus dalam pendidikan sering juga disebut sebagai “pelajar
yang tidak biasa” (exceptional), yaitu anak-anak yang memiliki ketidakmampuan
atau gangguan. Pelajar yang memiliki ketidakmampuan ataupun gangguan ini di
tempatkan di sekolah SLB (Sekolah Luar Biasa).
Istilah-istilah
yang terkait pada anak luar biasa, yaitu:
-Disability (kecacatan),
merupakan keterbatasan fungsi yang membatasi kemampuan seseorang. Misalnya:
tidak ada tangan, lumpuh pada bagian tertentu, dan lain-lain.
-Impairment (kerusakan),
misalnya kekurangan oksigen pada waktu lahir yang menyebabkan kerusakan otak
dan menjadikan anak menderita cerebral
palsy (kelumpuhan otak).
-Handicap
(ketidakmampuan), merupakan kondisi yang ditujukan kepada seseorang yang
menderita ketidakmampun. Misalnya: anak buta tidak mampu melakukan perjalanan
jauh dibandingkan anak normal.
-At risk, misalnya siswa
yang mengalami masalah belajar dalam kelas regular dan beresiko gagal sekolah
atau diidentifikasi untuk layanan pendidikan khusus.
Pengelompokan anak-anak
berkebutuhan khusus:
I.
Gangguan Organ Indra (Sensory)
Gangguan
Indra, mencakup gangguan penglihatan (visual). Anak-anak yang menderita low vision punya jarak pandang antara
20/70 dan 20/200 (pada skala Snellen di mana angka normalnya adalah 20/20)
apabila di bantu lensa korektif. Anak low
vision dapat membaca buku dengan huruf yang besar-besar atau dengan bantuan
kaca pembesar. Anak yang “buta secara edukasional” (educationally blind) tidak
bisa menggunakan penglihatan mereka untuk belajar dan harus menggunakan
pendengaran dan sentuhan untuk belajar.
Gangguan
pendengaran. Anak yang tuli secara lahir atau menderita tuli saat masih
anak-anak biasanya lemah dalam kemampuan berbicara dan bahasanya. Jadi ada dua
pendekatan pendidikan untuk membantu anak yang mempunyai masalah pendengaran,
yaitu pendekatan oral dan manual. Pendekatan oral menggunakan metode membaca
gerak bibir, speech reading (menggunakan alat visual untuk mengajar membaca),
dan sejenisnya. Sedangkan, pendekatan manual dengan menggunakan bahasa isyarat
dan mengeja jari (finger spelling).
II.
Gangguan Fisik
Gangguan fisik antara
lain adalah gangguan ortopedik (berupa keterbatasan gerak atau kurang mampu
mengontrol gerak karena ada masalah di otot, tulang, atau sendi. Gangguan
Cerebral palsy, adalah gangguan yang berupa lemahnya koordinasi otot, tubuh
sangat lemah dan goyah (shaking), atau bicaranya tidak jelas. Yang ketiga yaitu
Gangguan kejang-kejang, jenis yang paling kerap dijumpai adalah epilepsi, yaitu
gangguan saraf yang biasanya ditandai dengan serangan terhadap sensorimotor
atau kejang-kejang.
Banyak anak yang
mengalami gangguan fisik ini membutuhkan pendidikan khusus dan pelayanan
khusus, seperti transportasi, terapi fisik, pelayanan kesehatan sekolah, dan
pelayanan psikologi khusus.
III.
Retardasi Mental
Retardasi mental adalah
kondisi sebelum usia 18 tahun yang ditandai dengan rendahnya kecerdasan
(biasanya nilai IQ-nya di bawah 70) dan sulit beradaptasi dengan kehidupan
sehari-hari. Keadaan retardasi ini bukan disebabkan oleh kecelakaan atau
penyakit maupun cedera otak.
IV.
Gangguan Bicara dan Bahasa
-Gangguan artikulasi: adalah problem dalam
pengucapan suara secara benar.
-Gangguan suara: yaitu suara yang tampak
dalam ucapan yang tidak jelas, keras, terlalu kencang, terlalu tinggi, atau
terlalu rendah.
-Gangguan kefasihan atau kelancaran
bucara: kondisi ini biasanya dinamakan “gagap”, dan kondisi ini terjadi ketika
ucapan anak terbata-bata, jeda panjang, atau berulang-ulang.
-Gangguan bahasa: yaitu kerusakan
signifikan dalam bahasa reseptif atau bahasa ekspresif anak.
~Bahasa reseptif: yaitu
penerimaan dan pemahaman bahasa.
~Bahasa
ekspresif: yaitu berkaitan dengan kemampuan menggunakan bahasa untuk
mengekspresikan pikiran dan berkomunikasi dengan orang lain.
V.
Gangguan Belajar (learning disorder)
Ketidakmampuan untuk
belajar sering kali mencakup kondisi yang bisa jadi berupa adanya problem
mendengar, berkonsentrasi, berbicara, membaca, menulis, menalar, berhitung,
atau problem interaksi sosial. Gangguan belajar mungkin berhubungan dengan
kondisi medis seperti fetal alcohol
syndrome (American Psychiatric Association, 1994).
Bidang paling umum yang
menyulitkan anak dengan gangguan belajar adalah aktivitas membaca, terutama
kemampuam fonologis, yang menyangkut cara memahami bagaimana suara dan huruf
membentuk kata. Jenis gangguan belajar seperti Dyslexia adalah kerusakan parah
dalam kemampuan untuk membaca dan membaca.
VI.
Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD)
ADHD adalah bentuk
ketidakmampuan anak yang ciri-cirinya antara lain: (1) kurang perhatian
(inattentive), yaitu sulit berkonsentrasi pada satu hal dan mungkin cepat bosan
mengerjakan tugas; (2) hiperaktif, menujukkan level aktivitas fisik yang tinggi
dan hamper selalu bergerak; dan (3) impulsive, sulit mengendalikan reaksinya
dan gampang bertindak tanpa berpikir panjang.
Tanda-tanda ADHD dapat
muncul sejak usia prasekolah, namun sering kali baru diketahui saat usia SD.
Ilmuwan belum mampu mengidentifikasi sumber penyebab di otak. Akan tetapi, ada
beberapa pendapat tentang penyebabnya, seperti rendahnya level neurotransmitter
(pesan kimiawi dalam otak), abnormalitas prenatal, dan abnormalitas postnatal.
Hereditas juga dapat berperan, sebab 30 hingga 50 persen dari anak ADHD punya
saudara atau orang tua yang mengalami gangguan serupa.
VII.
Gangguan Emosional dan Perilaku
Gangguan perilaku dan emosional terdiri dari problem
serius dan terus-menerus yang berkaitan dengan hubungan, agresi, depresi,
ketakutan yang berkaitan dengan persoalan pribadi atau sekolah, dan juga
berhubungan dengan karakteristik sosioemosional yang tidak tepat.
Bentuk dan Jenis
Pendidikan Anak Luar Biasa (PALB)
a .Bentuk Pendidikan
Khusus:
·
SLB (PP RI No. 27 tahun 1991) terdiri
dari: - TKLB, SDLB, SLTPLB, SMLB.
·
Sekolah Inklusi (UU Sisdiknas 2003)
b. Jenis Sekolah Luar
Biasa (SLB):
·
SLB A: untuk tuna netra
Persyaratan:
keterangan dari dokter mata, umur sebaiknya 3-7 tahun dan tidak lebih dari 14
tahun.
·
SLB B: untuk tuna rungu (THT)
Persyaratan:
keterangan dari dokter THT, umur sebaiknya 5-11 tahun.
·
SLB C: untuk tuna grahita (IQ 50-75), atau
biasa disebut sebagai mental retradasi. Masih bisa diajarikan
akademis dan kategori modular.
C1:
untuk tuna grahita IQ 25-50 (kategori modern, diajarin lebih ke keterampilan
profesional seperti menjahit, membuat kerajinan tangan, dan lain-lain.
Persyaratan:
keterangan IQ dari psikolog, keterangan dari sekolah terakhir dan umur
sebaiknya 5,5-11 tahun.
·
SLB D: untuk tuna daksa (cacat fisik)
dengan IQ normal
D1:
untuk tuna daksa dengan IQ < normal.
Persyaratan:
keterangan dokter umum, ortopedi dan syaraf, keterangan psikolog, umur 3-9
tahun.
·
SLB E: untuk tuna laras (disebut tuna
perilaku)
Persyaratan:
anak mengalami kesulitan menyesuaikan diri atau pernah melakukan kejahatan,
umur antara 6-18 tahun.
Tingkat
kejahatan:
-kecil,
kondak disorder
-Remaja,
juvenir dilequensi
-Dewasa,
kriminal
·
SLB G: untuk tuna ganda (individu yang
memiliki 2 atau lebih kecacatan)
Persyaratan:
keterangan dari dokter dan psikolog.
Hal yang penting bagi
Anak Luar Biasa (ALB):
·
Prinsip normalisasi atau LRE (Least
Restrictive Environment), mengupayakan kondisi yang paling tidak terbatas.
·
ALB perlu diupayakan terus menerus berada
dalam situasi kehidupan sehari-hari.
0 komentar:
Posting Komentar